Liputan6.com, Singapura: Video game mengundang daya tarik bagi anak-anak di seluruh dunia untuk bermain. Bahkan mereka lebih memilih bermain video game dibanding melakukan kegiatan lainnya. Selain itu, permainan ini juga mengganggu interaksi anak-anak dengan keluarga dan kehidupan bersosial.
Sebuah penelitian Pediatrics terbaru edisi Februari membantu menyoroti faktor risiko kecanduan video game (video game patologis) serta beberapa konsekuensi potensial dari game patologis, seperti depresi, cemas, fobia sosial, dan kesulitan di sekolah.
"Ini bukan hanya tentang berapa banyak waktu yang dihabiskan bermain video game. Melainkan melakukannya sedemikian rupa sehingga merusak kemampuan Anda di bidang lain, termasuk fungsi sosial, fungsi pekerjaan, hubungan, dan kinerja sekolah," kata Profesor Psikologi dari Iowa State University, Ames, Douglas A. Gentile.
"Apakah Anda berbohong tentang berapa banyak Anda melakukannya\? Apakah Anda mencoba untuk berhenti tetapi tidak bisa\? "tanya Gentile.
Menurut Gentile, kecanduan video game tidak termasuk dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV). "Saya tidak berpikir tentang itu, " katanya. "Jika hal ini berubah menjadi layak dalam DSM, mungkin berakhir menjadi dikategorikan sebagai gangguan kontrol impuls, seperti kecanduan berjudi," jelasnya.
Dalam studi Gentile selama dua tahun, dari 3.000 anak usia sekolah di Singapura, sekitar 9% menunjukkan tanda-tanda kecanduan video game. Tingkatan ini mirip dengan apa yang telah dilaporkan di negara lain.
Dalam penelitian itu, pecandu game yang menghabiskan waktu bermain video game lebih lama, memperlihatkan perilaku impulsif, dan secara sosial lebih canggung dibandingkan dengan mereka yang tidak kecanduan video game.
Sebuah penelitian Pediatrics terbaru edisi Februari membantu menyoroti faktor risiko kecanduan video game (video game patologis) serta beberapa konsekuensi potensial dari game patologis, seperti depresi, cemas, fobia sosial, dan kesulitan di sekolah.
"Ini bukan hanya tentang berapa banyak waktu yang dihabiskan bermain video game. Melainkan melakukannya sedemikian rupa sehingga merusak kemampuan Anda di bidang lain, termasuk fungsi sosial, fungsi pekerjaan, hubungan, dan kinerja sekolah," kata Profesor Psikologi dari Iowa State University, Ames, Douglas A. Gentile.
"Apakah Anda berbohong tentang berapa banyak Anda melakukannya\? Apakah Anda mencoba untuk berhenti tetapi tidak bisa\? "tanya Gentile.
Menurut Gentile, kecanduan video game tidak termasuk dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV). "Saya tidak berpikir tentang itu, " katanya. "Jika hal ini berubah menjadi layak dalam DSM, mungkin berakhir menjadi dikategorikan sebagai gangguan kontrol impuls, seperti kecanduan berjudi," jelasnya.
Dalam studi Gentile selama dua tahun, dari 3.000 anak usia sekolah di Singapura, sekitar 9% menunjukkan tanda-tanda kecanduan video game. Tingkatan ini mirip dengan apa yang telah dilaporkan di negara lain.
Dalam penelitian itu, pecandu game yang menghabiskan waktu bermain video game lebih lama, memperlihatkan perilaku impulsif, dan secara sosial lebih canggung dibandingkan dengan mereka yang tidak kecanduan video game.
Sementara, sebanyak 84% dari siswa yang kecanduan video game saat penelitian dimulai, mereka masih kecanduan dua tahun kemudian. "Ini bukan masalah jangka pendek," kata Gentile. "Sekali mereka masuk ke pola yang bermasalah, tampaknya akan tetap bersama mereka," pungkasnya.( WebMD Health News/MEL)
0 comments:
Posting Komentar
Untuk mendukung FIANZONER jangan lupa klik SATU IKLAN saja ya...FIANZONER ucapkan terima kasih atas komentar dan kunjungan Agan :)